Entri Populer

Rabu, 13 April 2011

setrika listrik

Setrika Listrik

         Setrika listrik adalah peralatan listrik rumah tangga yang tergolong dalam peralatan pemanas berdaya rendah.prinsip kerja setrika listtrik pada dasarnya mengubah energi listrik menjadi energi panas melalau elemn pemanas dan di kumplkan pada pengumpul panas dan di gosokan pada objek yang akan di seterika.
jenis setrik listrik itu ada 2 yaitu
1.Setrika jinjing
  •  Tanpa pengatur panas .setrika ini terdapat banyak waktu dulu yang masih menggunakan manual
  •  Menggunakan pengatur panas.setrika ini sudah banayak di gunakan rumah tangga di zaman                sekarang,setrika ini bekerja atas kerja otomatis pada thermostat.
  •  Dengan upa air : seterika ini tingkatan tertinggi pada dari seterika listrik pada rumah tangga . seterika listrik tersebut sudah menggunakan otomatis dalam pemanasnya di tamabh uap air untuk mewangini pakaian.
2.Setrika listrik besa
  • Roll iron
  • Press iron
pada umunya seterika jinjing di gunakan untuk keperluan rumah tangga saja karena berdaya kecil dan kemampuanya pun kecil namun untuk seterika listrik besar di gunakan pada hotel hotel,rumah sakit dan lain lain.
 kostruksi dan fungsi bagian bagian pada seterika listrik:
  1.  Elemen pemanas                                                                                                                             adalah sumber energi panas atau sebagai penghasil panas pada seterika listrik berupa kawat nekelin yan berbetuk pipih yang dililitkan pada lembaran mika sehingga berbetuk sedemikian rupa pada als seterika listrik.cara kerjanya keteika sumber listrik mengalir pada kawat nikelin maka kawat nikelin akan menghasilkan panas.
  2. Besi pengumpul panas                                                                                                                adalah alas pada seterika listrik sebagai tumpuan dalam menyetrika .alas ini di lengapi dengan anti karat dan anti lengket sehingga dalam mnyetrika pada objek tidak akan lengket dan objek tersebut tidak akan rusak
  3. Pengatur panas                                                                                                                           adalah sebagai pengatur panas secara otomatis menggunakan bantuan dari komponen thermostat yang tersusun dari bahan bimetal.cara kerjanya yaitu bila panas sudah melebihi kapasitas maka pada lemepengan bimetal akan membengkok dan panas akan terrputus.
  4. Terminal dan Kabel penghubung terminal                                                                                          berfungsi sebagai tempat menghubungkan sumber listrik dengan rangkaian seterika listrik.kabel berfungsi sebagai penyalur listrik dari sumber maupun dalam rangkain listrik
  5. Besi pemberat                                                                                                                            berfungsi agar dalam menyetrika listrik terdapat tekanan yang berakibat pada objek menjadi tertekan dan akan lebih rapi.

Kamis, 10 Maret 2011

tugas praktek


MICROSOFT VISIO
M
icrosoft Visio (atau sering disebut Visio) adalah sebuah program aplikasi komputer yang sering digunakan untuk membuat diagram, diagram alir (flowchart), brainstorm, dan skema jaringan yang dirilis oleh Microsoft Corporation. Aplikasi ini menggunakan grafik vektor untuk membuat diagram-diagramnya.
Visio aslinya bukanlah buatan Microsoft Corporation, melainkan buatan Visio Corporation, yang diakusisisi oleh Microsoft pada tahun 2000. Versi yang telah menggunakan nama Microsoft Visio adalah Visio 2002, Visio 2003, dan Visio 2007 yang merupakan versi terbaru. Visio 2007 Standard dan Professional menawarkan antarmuka pengguna yang sama, tapi seri Professional menawarkan lebih banyak pilihan template untuk pembuatan diagram yang lebih lanjut dan juga penataan letak (layout). Selain itu, edisi Professional juga memudahkan pengguna untuk mengoneksikan diagram-diagram buatan mereka terhadap beberapa sumber data dan juga menampilkan informasi secara visual dengan menggunakan grafik

Microsoft Visio (diucapkan / vɪzi.oʊ / VIZ-zee-oh), (sebelumnya dikenal sebagai Microsoft Office Visio), adalah sebuah program diagram komersial untuk Microsoft Windows yang menggunakan grafik vektor untuk membuat diagram. Versi saat ini, Microsoft Visio 2010 untuk Windows, tersedia dalam tiga edisi: Standard, Profesional dan Premium. Berbeda dengan inti aplikasi Office 2007, Microsoft Visio 2007 tidak fitur user interface Ribbon, tapi Microsoft Visio 2010 ini. Visio tidak dikembangkan untuk Mac OS X atau sistem operasi Linux. Karena format file Visio proprietary, beberapa Mac OS X atau Linux diagram program dapat membaca file Visio. Pro OmniGraffle pada Mac dapat membaca dan menulis file Visio. [1]

Standar dan Edisi Profesional baik berbagi antarmuka yang sama, tetapi yang terakhir memiliki tambahan template untuk diagram lebih maju dan tata letak serta fungsi unik yang membuatnya mudah bagi pengguna untuk terhubung diagram mereka ke sejumlah sumber data dan menampilkan informasi secara grafis. [2] [3] Edisi Premium memiliki tiga jenis diagram tambahan dengan dukungan aturan validasi cerdas, dan subproses (rincian diagram) mendukung. [4]

Microsoft Visio Corporation diakuisisi pada tahun 2000. Enterprise Network Tools, add-on produk memungkinkan jaringan otomatis dan layanan direktori diagram, dan Visio Network Center, sebuah situs web di mana pengguna dapat menemukan konten jaringan dokumentasi terbaru dan bentuk jaringan yang tepat-replika peralatan dari 500 produsen terkemuka, dibebaskan bersama versi 2002 . [5] Yang pertama telah dihentikan, sedangkan bentuk-temuan yang terakhir fitur yang sekarang terintegrasi ke dalam program itu sendiri [6] Visio 2007 dirilis pada tanggal 30 November 2006.


Versi

Visio mulai sebagai produk mandiri yang diproduksi oleh Shapeware Corporation; dikirim versi 1.0 pada tahun 1992. Tepat sebelum 1,0 dikirimkan, Shapeware Corporation berganti nama menjadi Visio Corporation untuk mengambil keuntungan dari pengakuan pasar dan ekuitas produk terkait. Microsoft Visio diperoleh pada tahun 2000, re-branding sebagai aplikasi Microsoft Office, seperti Microsoft Project, namun belum pernah termasuk dalam salah satu aplikasi kantor. Microsoft termasuk Visio untuk edisi Arsitek Enterprise dengan beberapa edisi dari Visual Studio NET 2003. Dan Visual Studio 2005. [7]

    * Visio 1.0 (Standar, Lite, Rumah).
    * Visio 2.0
    * Visio 3.0
    * Visio 4.0 (Standar, Teknis)
    * Visio 4.1 (Standar, Teknis)
    * Visio 4.5 (Standard, Profesional, Teknis)
    * Visio 5.0 (Standard, Profesional, Teknis)
    * Visio 2000 (6.0: Standard, Profesional, Teknis, Enterprise), kemudian diperbarui ke SP1 dan Microsoft branding setelah akuisisi Visio Corporation
    
* Visio 2002 (10.0; Standar, Professional)
    * Visio Enterprise Network Tools, Pusat Jaringan Visio
    * Visio for Enterprise Architects 2003 (VEA 2003) (berdasarkan Visio 2002 dan disertakan dengan Visual Studio NET 2003. Enterprise Architect)
    * Office Visio 2003 (11.0; Standar, Professional)
    * Office Visio for Enterprise Architects 2005 (VEA 2005) (berdasarkan Visio 2003 dan disertakan dengan Visual Studio 2005 Team Suite dan Team Architect edisi)
    * Office Visio 2007 (12,0: Standard, Profesional).
    * Visio 2010 (14,0; Standar ($ 249,99), Profesional ($ 599,99), Premium ($ 999,99)

Catatan: Tidak ada versi Visio 7, 8, atau 9, karena setelah Microsoft Visio diperoleh dan dicap sebagai produk Microsoft Office, nomor versi Visio diikuti nomor versi Office. Versi 13 itu diabaikan karena takhayul.
[Sunting] Lihat pula

    * Peta konsep
    * Pikiran peta
    * Daftar perangkat lunak pemetaan konsep
    * Daftar perangkat lunak pemetaan pikiran
    * OpenOffice.org Draw

FORMAT BERKAS

  • *.VSD
  • *.VSS
  • *.VST
  • *.vdx
  • *.vsx
  • *.vtx
CARA PINTAS KEYBOARD:


Operasi
Shortcut
Comment
Align Text - Center
CTRL+SHIFT+C
new
Align Text - Justify
CTRL+SHIFT+J
new
Align Text - Left
CTRL+SHIFT+L
new
Align Text - Right
CTRL+SHIFT+R
new
All Caps
CTRL+SHIFT+A
new
Bold
CTRL+B
changed from CTRL+SHIFT+B
Bring to Front
CTRL+SHIFT+F
changed from CTRL+F
Character Size - Decrease
CTRL+SHIFT+,
new
Character Size - Increase
CTRL+SHIFT+.
new
Delete Word
CTRL+BACKSPACE
new
Double Underline
CTRL+SHIFT+D
new
Find
CTRL+F
new
Format Painter
CTRL+SHIFT+P
new
Full-Screen Mode
F10
new
Group
CTRL+SHIFT+G
changed from CTRL+G
Italic
CTRL+I
changed from CTRL+SHIFT+I
MDI* Child Maximize
CTRL+F10
new
MDI* Child Restore
CTRL+F5
new
Print Preview
CTRL+F2
new
Redo
ALT+SHIFT+BACKSPACE
changed from CTRL+Y
Reorder Pages
CTRL+ALT+P
new
Send to Back
CTRL+SHIFT+B
changed from CTRL+B
Small Caps
CTRL+SHIFT+K
changed from CTRL+SHIFT+Y
Subscript
CTRL+=
changed from CTRL+SHIFT+X
Superscript
CTRL+SHIFT+=
changed from CTRL+SHIFT+Z
Underline
CTRL+U
changed from CTRL+SHIFT+U
Undo
ALT+BACKSPACE
changed from CTRL+Z
Ungroup
CTRL+SHIFT+U
changed from CTRL+U
Vertically Align Text - Bottom
CTRL+SHIFT+V
new
Vertically Align Text - Middle
CTRL+SHIFT+M
new
Vertically Align Text - Top
CTRL+SHIFT+T
new
View at 100%
CTRL+SHIFT+I
new
Visio - Minimize
ALT+F10
new
Visio - Restore
ALT+F5
new





























TUGAS  ARTIKEL


RAKTEK




https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPPjtwfD-nf3C2_DCudrUcXlM4AwJwpL2bOLtSL0sO_EZSLIrDrqhkJHDUy_mO3non5P1LPwDq22DY6I34rYB7S7_c5is_5OL1pUxlbX_UrfqO9u4CBy0wbimSw-XPUkQ5X4sViqPX/s330/Aum1.gif







OLEH :
            NAMA             : GEDE YUDI ASTAMA
            NO                   : 11
            KLS                 : X TITL-1

Kamis, 03 Maret 2011

bhayangkara

SAKA BHAYANGKARA

A. ARTI LAMBANG




  • Bentuk segilima melambangkan falsafat pancasila
  • Bintang tiga dan perisai melambangkan Tri Brata dan Catur Prasetya sebagai kode etik kepolisian negara R.I
  • Obor melambangkan sumber terang sejati
  • Api yang menjulang tiga bagian melambangkan Triwikrama (tiga pancaran cahaya) yaitu :
  • 1.Kesadaran
    2. Kewaspadaan ( kewaskitaan )
    3. Kebijaksanaan
    Tunas kelapa menggambarkan lambang gerakan pramuka dengan segala arti kiasannya.Keseluruhan lambang saka bhayangkara itu mencerminkan sikap perilaku dan perbuatan anggota saka bhayangkara yang aktif berperan serta membantu usaha memelihara atau membina tertib hukum dan ketentraman masyarakat yang mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat yang mampu menujang keberhasilan pembagunan, serta mampu menjamin tetap tegak nya NKRI yang bersendikan pancasila dan UUD RI tahun 1945.


    B. KRIDA-KRIDA SAKA BHAYANGKARA

      Menurut SK Kwarnas Gerakan Pramuka PP No, 020 tahun 1991 Saka Bhayagkara terdiri dari 4 krida yakni :
    1. Krida Lantas (Lalu Lintas)
    2. Krida PTKP (Pengenalan Tempat Kejadian Perkara)
    3. Krida PPB (Pencegahan dan Penganggulangan Bencana )
    4. Krida Tibmas (Ketertiban Masyarakat)

    dimasing-masing krida terdapat syarat-syarat yang harus dicapai oleh masing -masing anggota saka bhayangkara,
    1. Krida Lantas (Lalu Lintas)
    1. Kecakapan Pengetahuan Perundang-undangan/ Peraturan Lalu Lintas.
    2. Kecakapan Pengaturan Lalu Lintas.
    3. Kecakapan Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas.

    2. Krida PTKP (Pengenalan Tempat Kejadian Perkara)
    1. Kecakapan Pengetahuan Tempat Kejadian Perkara.
    2. Kecakapan Pengetahuan Sidik Jari.
    3. Kecakapan Pengetahuan Tulisan Tangan dan Tanda Tangan.
    4. Kecakapan Pengetahuan Bahaya Narkoba.


     3. Krida PPB (Pencegahan dan Penganggulangan Bencana )
    1. Kecakapan Pencegahan Kebakaran.
    2. Kecakapan Pemadam Kebakaran.
    3. Kecakapan Rehabilitasi Korban Kebakaran.
    4. Kecakapan Pengetahuan Kerawanan Bencana
    5. Kecakapan Pencarian Korban
    6. Kecakapan Penyelamatan Korban.
    7. Kecakapan Pengetahuan Satwa.

     4. Krida Tibmas (Ketertiban Masyarakat)
    1. Kecakapan Pengamanan Lingkungan Pemukiman.
    2. Kecakapan Pengamanan Lingkungan Kerja.
    3. Kecakapan Pengamanan Lingkungan Sekolah.
    4. Kecakapan Pengetahuan Hukum.

    lambang masing-masing krida :

BABAD BULELENG

Babad Buleleng
I Gusti Putu Jelantik

Dalam Konteks Sejarah
Oleh Robin Tatu
Robin Tatu meraih gelar MA. dalam program Asian Studies
di University of Hawaii di kota Manoa dalam bulan Agustus 1999.
Sekarang sedang mengikuti program PhD dalam bidang Sejarah.

Naskah yang memuat "catatan sejarah" atau "garis silsilah keluarga" yang dikenal di Bali sebagai babad masih tetap merupakan tantangan bagi cendekiawan Barat untuk dimengerti dan diteliti kebenarannya.  Pada mulanya ilmuwan Belanda telah meneliti kebenaran naskah tersebut: H.J. de Graaf menyelusuri "kebenaran fakta" sedangkan C.C. Berg berpendapat terdapatnya unsur magis dan nilai esoterik.[1] Terakhir, Peter Worsley dan M.C. Ricklefs melihat bahwa babad adalah hasil karya sastra yang kurang dalam bobot sejarah, [2] sedangkan Henk Schulte Nordholt memandangnya sebagai sebuah dokumen politik untuk kepentingan identitas dan posisi suatu golongan keluarga.[3] Raechelle Rubenstein dalam penemuannya menyimpulkan adanya unsur ajaran agama dalam Babad Brahmana, sedangkan Helen Creese dan Heidi Hinzler keduanya menganggap bahwa babad berfungsi untuk memuja leluhur. [4]
Perbedaan interpretasi yang sedemian lebar menjelaskan bahwa babad di Ball merupakan tulisan yang sangat kompleks dalamn bentuk bait-bait sajak bersyair mengandung bentuk dan kepentingan suatu riwayat tertentu, sastra dan agama. Para peneliti ahkir-ahkir ini meyakini, bahwa untuk mengerti perihal isi babad, perlu dipahami "pemikran lokal" yang melatar belakanginya dan bagaimana cara orang Bali menampilkannya. Seperti pendapat Schulte Nordholt. `babad bukan apa-apa tanpa tindakan nyata'- babad tidak seperti naskah cerita biasa, hanya akan bermakna bilamana diucapkan (mantram) dalam upacara di pura, dinyanyikan dan dibahas (kakawin) di kumpulan keluarga (shanti), ataupun dipetik menjadi lakon sendratari dan Topeng [S]. Dalam makalah ini saya menemukan bentuk politik dalam babad dan teristimewa bila mengingat situasi tahun1920 yang medorong penulisan Babad Buleleng. Studi saya  ini diilhami oleh karya Schulte Nordholt yang mengkaitkan babad yang mulai digarap pada awal abad ke 20 ini dengan konteks historis dan politik. Namun bila Schulte Nordholt menunjukkan bahwa penulisan babad telah mengalami perubahan dibawah pengaruh kolonial Belanda malahan saya berpendapat lain, bahwa Babad Buleleng tidak terlepas dari tradisi babad. Walaupun Babad Buleleng juga dirancang untuk mencapai manfaat baru dalam kekuasaan pemerintahan Belanda, namun tetap dalam tata bahasa sebagaimana tradisi penyuratan babad, melebar hingga menyentuh politik dan sosial kemasyarakatan dan agama di Bali. Kelanjutan sebuah tradisi dijelaskan Babad Buleleng perihal babad itu sendiri dan pandangan orang Bali terhadap sejarah. Sedikit sekali didapat bukti yang bisa mengungkap masa lalu Bali, namun Babad Buleleng mungkin mengandung beberapa petunjuk untuk itu.
Manuscript Paracasti Buleleng sedang dalam proses pasang aksara Bali,
yang kemudian dikenal dengan Babad Buleleng

Babad Buleleng sebagai Karya Sastra.
Ketika Peter Worsley melakukan penelitian dan terjemahan Babad Buleleng pada tahun 1972 beliau berpendapat bahwa dari beberapa kumpulan karya sastra yang telah ada sangat berpengaruh dalam merancang naskah Babad Buleleng. Yang mestinya berisi kumpulan kejadian sejarah malahan sang penyusun Babad Buleleng dengan gigihnya melukiskan tokoh-tokoh keluarga raja Buleleng yang mencerminkan secara klasik kekerabatan keluarga kerajaan sebagaimana
terdapat di cerita Ramayana dan Mahabharata. Tambahan lagi, cara penyuratannya sama persis dengan bait-bait kakawin berbahasa Jawa kuno bercampur menengah dengan bentuk sajak yang ketat  Analisa Worsley membentuk pandangan baru dalam melihat babad, memperlihatkan perpaduan karya sastra yang dianggap sama penting dengan kandungan informasi dalam babad dan beliau (Worsley) pantas mendapat perhargaan telah menempatkan Babad Buleleng dalam bentuk yang  utuh, tidak sekedar meraba dalam mencari "kebenaran fakta”. A. Teeuw menulis bahwa Worsley menunjukkan "semua bagian adalah tulisan sejarah".
Kita akan bisa mengerti dengan cara menaruhnya pada tempatnya... secara bebas".[6] Namun bila Worsley menonjolkan bentuk sastranya, malahan dia akan mengurangi makna sejarahnya dan menganggapnya babad tersebut ditulis "dalam kaitannya dengan budaya, secara ihmiah merupakan non sejarah (ahistorical).[7) Pernyataan seperti itu memang kurang layak namun beberapa peneliti mendukung pendapat bahwa memang kehidupan orang Bali `tanpa sejarah', hal mana ditangkis oleh Mark Hobart: Mengabaikan cara pemahaman orang Bali terhadap sejarah adalah akibat tidak tahunya bagaimana masa lalu itu ditampilkan.... [8] Pada hakekatnya orang Bali sangat perduli dalam mengemukakan masa lalu dan melihat bentuk babad adalah catatan masa lampau. Meski Worsley memberi kita pengertian babad dalam segi sastra, dia tetap berusaha di sana sini mencari kejelasan dan menyesuaikan bagian-bagian untuk pengertian orang Barat. Sedangkan Creese menunjuk dalam tulisannya, orang Bali tidak akan berhasil memisahkan `sejarah' dengan `sastra' bila tidak ada kejelasan dasar yang membedakannya. [9].

Babad Buleleng dalam Konteks.
Sejak Worsley mulai dengan terjemahannya, para cendekiawan menjadi makin sadar bahwa babad perlu dipahami dalam lingkup masyarakatnya, terutama karena bentuk naskahnya mempunyai makna sesuai kegunaannya - sebagai alat untuk mengenang leluhur dan para pengikutnya, atau dalam hal Babad Buleleng, sebagai alat tawaran politik. Dalam penelitiannya, Schulte Nordholt secara khusus mengungkapkan bahwa penulisan ini dilakukan tahun 1920 dengan tujuan untuk mengangkat I Gusti Putu Jelantik sebagai penguasa wilayah Buleleng. Pengajuan ini sejalan dengan waktu manakala pemerintah kolonial Belanda mulai menata kembali tradisi kerajaan di masing-masing wilayah penguasa di pulau Bali, sedangkan I Gusti Putu Jelantik adalah seorang dari tiga calon di Buleleng dan beliau kurang diterima oleh orang Bali. Salah satu kemampuan beliau adalah menciptakan kredibilitas secara tradisi (traditional credibility) dan melalui babad ini akhirnya beliau bisa memenangkan pengangkatannya.
Dengan mengabaikan masalah kesejarahan dalam naskah Babad Buleleng dalam terjemahannya tahun 1972, Worsley mengabaikan hal­ha1 yang berpengaruh penting. "Babad bukanlah ditulis untuk disajikan kepada kepustakaan Barat untuk dipelajari oleh pakar sastra" demikian tulis Schulte Nordholt. Melainkan babad "didasari dunia sosi politik dan mestilah ditelaah - sebisanya - sesuai pesan  dikandungnya.

Babad Dalam Politik Tradisional.
Dari banyak segi, I Gusti Putu Jelantik memperkenalkan Babad Buleleng yang sarat dengan tradisi Bali kepada pemerintah Belanda bertujuan  untuk disahkan dirinya sebagai penguasa. Tiga buah naskah tedahulu Babad Dalem, Usana Bali dan Usana Jawi, semua mengukuhka garis keturunan para bangsawan Bali masing-masing secara khusus, ditarik dari asal usul kawitan para penguasa dinasti Majapahit di Jawa yang menaklukkan Bali di abad 14. Pada bagian pembukaan ketiga naskah tersebut memaparkan waktu mulai berkembangnya kebudayaan dan agama di Bali, dilanjutkan dengan bagian berikutnya yang padat dengan silsilah keluarga. Naskah pertama (Babad Dalem) sepertinya sudah pernah muncul pada awal abad ke 18, dilanjutkan dengan pergeseran kekuatan politik dari kejayaan dinasti Gelgel sebagai pusat kerajaan ke Klungkung sebagai kerajaan baru di sekitar 1687.(11] Tetapi ketiga naskah itu menguraikan tentang kejadian pada abad ke 14 jadi telah melewati waktu 400 tahun, hingga menimbulkan tanya apakah secara historis bisa dipercaya: Creese menyinggung misalnya, bahwa perhitungan secara historis sangat kurang, lebih banyak menunjukkan ‘sejarah perkembangan wilayah’.(12) Bagaimanapun, wibawa kekuasaan Gelgel tidak terbantahkan sejak abad 14 sampai 17 sebagaimana ditulis dalam Babad Dalem sebagai dokumen resmi kerajaan Kelungkung, yang sepertinya lebih mengulas kejayaan masa lampau yang imajiner  ketimbang kenyataan sebenarnya. Bilamana ini diangkat maka akan bisa dikenang kembali kejayaannya melalui Babad Dalem. Babad itu membantu mengangkat Kelungkung sebagai keturunan baik asal Gelgel dan Majapahit dan mengukuhkan Kelungkung tetap dalam posisinya sebagai pusatnya seluruh kerajaan di Bali. Walaupun muncul banyak penguasa wilayah, namun kerajaan Kelungkung yang kecil itu tetap bertahan teguh sampai dikuasainya oleh Belanda tahun 1908. Ini adalah berkat telah diterimanya Babad Dalem oleh masyarakat secara luas sejak dulu yang melukiskan bahwa Kelungkung adalah keturunan langsung dari kerajaan yang berpusat di Majapahit yang sangat berkuasa dan disegani.
Bila kemudian muncul penguasa atau bangsawan lain yang bermaksud untuk mengesahkan kekuasaannya, dipastikan mereka akan mencari asal usul di Majapahit, kebanyakan menyatakan diri sebagai keturunan dari Kelungkung dan Gelgel dan diusahakan dengan cara menyusun babad agar terkait dengan Babad Dalem di Kelungkung. Kerajaan seperti Badung dan Tabanan yang gagal mencari kaitan dengan Kelungkung mengalih ke Usana Bali dan Usana Jawi dan bertarung di sana. Dalam setiap penulisan suatu babad heberapa bagiannya selalu mengacu ke pada salah satu dari tiga babad tersebut diatas sebagai sumber dan menjalinnya menjadi satu kesatuan, babad yang lebih tua mengesahkan tujuan babad yang baru dibuat. Worsley mencatat, contohnya Babad Buleleng yang mengambil bagian-bagian tertentu dari Babad Blahbatuh yang lebih tua, demikian juga diambil dari Kidung Pamancangah versi kidung dari Babad Dalem. [13]. Seberapa pentingnya ungkapan dalam teks sedemikian juga dengan tata bahasanya haruslah disesuaikan dengan tradisi penulisan babad, terkait dengan budaya dan agama di Bali. Hinzler mencatat, contohnya, bahwa bilangan ke tujuh dianggap sangat penting dalam sistem babad, sehingga naskah diatur yang akhirnya mengurut pada pilihan keturunan tertentu, sehingga bisa menghilangkan nenek-moyang yang kurang penting atau mencampurkannya menjadi satu atau dua generasi atau lebih. [14]. Yang penting lainnya dalam penulisan babad, adalah uraian mengenai keris pusaka dan bagawanta yang sangat membantu untuk mengukuhkan pewarisan dan selanjutnya sebagai faktor untuk mendukung mengesahkan takhta kekuasaan. Pertarungan beberapa kerajaan baru pada pertengahan abad ke 18 masing-masing dipacu untuk menulis komposisi babad kerajaan yang berlanjut dengan pergeseran ke arah politik sebagaimana terjadi padu akhir abad ke 19 sebagai lonjakan baru penulisan babad.
Hadirnya kekuasaan Belanda di Bali membuat kerajaan yang kalah perang menjadi ketakutan, beberapa di antaranya dengan cara menulis babad baru atau merevisi yang sudah ada. Sebenarnya waktu dahulu pada jaman sebelum Belanda, babad mempunyai peran yang penting untuk mengukuhkan wilayah kerajaan.
Dengan memiliki koleksi naskah lontar kerajaan menguatkan status puri kerajaan, dan selama abad ke 18, semua kerajaan di Bali berfungsi sebagai pusat pelbagai kegiatan sastra. Waktu itu untuk menafsirkan babad sekedar dari sudut politik hanya mendapat peluang sempit. Sebagai barang pusaka, babad dianggap bisa melindungi penguasaan wilayah kerajaan; dikaitkan dengan masa lalu yang diayomi oleh roh para leluhur; dan sebagai pusaka tertulis (lontar) babad yang mengandung kesaktian Saraswati, dewi seni dan sastra. Dengan demikian babad dihormati bersama dengan benda-benda pusaka lain disimpan dalam gedong di pamerajan atau pura. Tidak dibedakan akan isinya, apakah karya sastra, sejarah ataukah perihal nyata dan dongeng; kekuatan leluhur mengukuhkan posisi politik. Komentar Schulte Nordholt, “pura dan lontar saling mengukuhkan".[15].
Sebenarnya Babad Buleleng muncul di luar kebiasaan. Babad Buleleng sepertinya memperlihatkan terjadinya pergeseran dari kebiasaan babad karena direka untuk tujuan di luar tradisi Bali karena tidak ada pengukuhan kembali dalam sistem tatanan hubungan keluarga kerajaan melainkan hanyalah berbentuk permohonan. Tetapi seperti kita lihat dalam Babad Buleleng tradisi lama dan baru tidak jelas sehingga tidak mudah dikupas.

Pengukuhan kembali Kerajaan Bali [16].

Melalui berapa pertimbangan akhiniya pada tahun 1929 didilaksanakan di Bali penobatan penguasa sebagai `volkhoofd' atau penguasa pribumi dan masing-masing kerajaan lama sebagai `negara'. Langkah ini  diambil mengingat akibat gempa bumi tahun 1917 yang berdampak luas, penyakit influenza mengambil korban 22000 orang dan suasana kacau yang memerlukan pemerintah lokal yang lebih effektif. Menurut  Geoffrey Robinson, gerakan untuk mengangkat status penguasa yang  berlanjut dari 1930 sampai dengan mengukuhan kembali gelar kebangsawanan berpuncak pada tahun 1938 dengan disahkan `zelfbestuurder' atau pemerintahan sendiri bersumber dari maksud  Belanda untuk menjaga Bali dari pengaruh modernisasi yang ditakuti dan juga pengaruh Islam dan nasionalisme. Hal ini dirasakan bahwa dengan       kebijakan meneruskan `Bali dengan budayanya' (ajeg Bali?-red) diharapkan dapat menegakkan kembali simbol lama dan sistim struktur kerajaan Bali Hindu. Sudah sejak lama pemerintah Belanda bermaksud membentuk aturan kebijakan untuk lebih mendukung `orang daerah asli ketimbang memilih bangsawan `dari kerajaan asing' yang ada.[17]
Dari mulainya kekuasaan Belanda di Buleleng dari tahun 1855 sampai puputan Kelungkung di tahun 1908, kerajaan di Bali secara sistematis telah dilucuti dan kekuasannya dilumpuhkan, keluarga raja di hukum buang keluar daerah dan wilayahnya disita. Disamping itu Belanda berupaya memilih mereka dari kelahiran bangsawan, walaupun mungkin sudah dicampakkan dari peran tradisi, namun kenyataannya banyak diantaranya yang mendapat kedudukan sebagai punggawa, yang dari posisi itu punya kesempatan untuk mengambil hati pihak penguasa kolonial. Ada juga yang tidak menyadari sehingga tidak punya hubungam apapun dengan Belanda.
Syukur Bali tidak terkontaminasi oleh provokasi jahat dari pengaruh luar. Bila saja pemerintah (Belanda) memberikan kekuasaan penuh kepada `negara' maka menurut pendapat saya, pengaruh jelek akan lebih sulit menjangkau Bali.[ 18]

Negotiator: I Gusti Putu Jelantik. 
I Gusti Putu Jelantik terlihat sudah sangat cekatan dalam pergaulan dengan orang Belanda, dan menurut Schulte Nordholt, sedangkan beliau kurang dipercaya oleh orang-orang Bali lainnya karena kerjasamanya dengan pemerintah kolonial. Dengan kapasitas sebagai penerjemah, I Gusti Putu Jelantik mendampingi tentara Belanda dalam operasi terhadap Badung, Tabanan dan Kelungkung, ikut dalam penyitaan harta dan perpustakaan (lontar) kerajaan [19]. Dengan menguasai berbagai manuskrip dan sejumlah naskah kerajaan termasuk dari puri Cakranegara dan puri Mataram Lombok, I Gusti Putu Jelantik mendapat banyak manfaat sehingga secara akumulatif memiliki koleksi lontar yang lumayan banyak. Memang I Gusti Putu Jelantik sangat manguasai bidang sastra utamanya kakawin. Selama hidupnya beliau menyusun tulisan dan mendapat hak menyalin lontar, seperti hikayat Arjuna [20] dalam epos Mahabaratha. Kemudian beliau ikut mendukung keberadaan Kirtya Lieffinck-Van der Tuuk di Singaraja dan kemudian diangkat menjadi kurator pertama. Dan juga beliau orang Bali pertama yang mengusulkan untuk membuat duplikat lontar dan dipustakakan di Gedong Kirtya. Sepertinya dengan cara itu beliau akan mendapat penilaian politik bahwa pemilikan lontar berasal dari perbagai kerajaan bukanlah merupakan tindakan keliru. Margaret Wiener menulis bahwa kesan di Kelungkung sekarang adalah bahwa I Gusti Putu Jelantik dikaitkan dengan hilangnya babad kerajaan Kelungkung berhubungan dengan tidak ditemukannya dalam koleksi resmi di Belanda, walaupun memang masih ada beberapa yang ditemukan di kalangan masyarakat umum.[21] Bilamana, dengan pemilikan kumpulan pelbagai koleksi lontar merupakan syarat untuk mengesahkan otoritas kerajaan, maka ketiadaan koleksi lontar tentunya mempunyai akibat sebaliknya. Jadi bilamana I Gusti Putu Jelantik mendapatkan kekuasaan `nyata' dari pemerintah Belanda maka dengan memiliki berbagai lontar babad milik kerajaan Bali itu, secara tradisi tetap sangat berguna bagi beliau. Banyak hal yang bisa disimpulkan dari perhitungan I Gusti Putu Jelantik, bahwa sah sah saja mengambil babad kerajaan lain untuk dimiliki, apalagi waktu itu pihak Belanda belum tertarik pada bidang tersebut. R.H. Friederich menyayangkan pihak Belanda dengan hilangnya Babad Dalem sebagai `sesuatu yang ringan perihal raja dan bagawanta' dan menganggap hal sepele dari masa lampau. [22] Namun sebaliknya, I Gusti Putu Jelantik sangat memahami pentingnya rontal kerajaan Bali dan berusaha memegang warisan pustaka itu.
 Babad Buleleng sebagai Alat Politik.
Menjadi jelas bahwa Babad Buleleng diarahkan kepada keinginan Belanda dengan beberapa bagian yang menarik. Sesuai dengan tujuan penulisan babad dengan seksama dan meyakinkan menguraikan perihal garis-garis keturunan dari leluhur Buleleng yang mula-mula. Menurut Schulte Nordholt, kebanyakan `babad kolonial' ditulis sedemikian mengarah ke keturunan langsung tanpa patahan, sedangkan masalah dalam naskah babad terdahulu tidaklah sedemikian penting. Babad Buleleng yang dibuat I Gusti Putu Jelantik juga mengangkat kebesaran, kerajaan Buleleng masa dahulu. Beberapa dasa warsa setelah kekuasaan  Belanda dan hampir seratus tahun pengekangan politik, sangat jelas telah terjadi proses melemahnya pusat kerajaan Buleleng antara lain dengan diberlakukannya `hukuman mati, hukuman buang dan penyitaan'.[23]. Dalam kesuraman masa depan kerajaan Buleleng yang berlarut larut Babad Buleleng dimunculkan dengan kibaran bendera kejayaan masa silam, terutauna penonjolan pralangit (apical ancestor) Ida Batara Ki Gusti Anglurah Panji Sakti, yang riwayatnya diuraikan lebih dari setengah isi babad. Bukan saja disebut bahwa Panji Sakti berasal dari dinasti Majapahit di Jawa melalui dua garis keturunan, beliau juga ditunjuk oleh para Dewata sehingga pemerintahannya penuh kedamaian, ketentraman dan kemakmuran. Hanya - setelah masuknya kekuasaan Karangasem, lewat beberapa generasi setelah wafatnya Panji Sakti, perobahan drastis terjadi: raja yang tamak, gamia-gamana dan keangkara murkaan, dan penyingkiran bangasawan keluar wilayah puri.
Dalam menggambarkan `kejayaan masa lampau', I Gusti Putu Jelantik rupanya mendapat pengaruh dari naskah Nagarakrtagama sebuah naskah yang ditemukan Belanda menyusul suksesnya penemuan sejarah tanah Jawa. Sebagai penerjemah, beliau sempat menuntun J.L. Brandes dalam beberapa terjemahan pada tahun 1902. Waktu itulah I Gusti Putu Jelantik menyaksikan betapa terpesonanya orang-orang Belanda terhadap sastra Jawa kuno dan karenanya beliau mendapat dukungan penuh untuk mewujudkan `Bali yang berbudaya' melalui kebijakan `Balinisasi' dari pemerintah. Sepertinya beliau dalam menuliskan babad Buleleng sudah mempunyai tujuan sedemikian itu, dan menggambarkan kerajaan Buleleng dengan Panji Sakti adalah negara, ditulis sebagai: `Pira kunang lawasikang kala, pandirinira sri Panji .Sakti, jenek pwa sirastaneng pura di Sukasadda, wreddi santana bawuputra, tan ana wanya langgana ri pandirinira sri naranata '[24] Selain itu dalam Babad Buleleng dipergunakan syair yang disesuaikan dengan komposisi tradisi babad. Dengan versi kakawin yang telah teruji ketepatannya dan penggunaan bahasa Jawa kuna dan madya sangatlah rnengesankan dan mengingatkan pada literatur tradisi Jawa. Babad Buleleng juga membentuk jati dirinya yang bermotif sastra dan dengan indahnya menjalin tokoh-tokoh klasik dari Mahabharata dan Ramayana. Sudah bisa dipastikan, penulisan yang sedemikian itu tidak akan gagal untuk menarik perhatian pemerintah Belanda dan meyakinkan akan kerajaan Buleleng dan warisan I Gusti Putu Jelantik.
Dari sisi lain, Babad Buleleng rnenyanjung kehadiran kekuasaan Belanda. Tidak disebutkan adanya permusuhan sebelumnya dengan Buleleng, sedangkan peperangan wilayah dengan kerajaan lain diuraikan jelas. Perang melawan Belanda yang berlarut-larut hanya disebutkan: dimulai dengan saling pandang dan umpatanan:
'...acengilan lawan sri Walanda / atemahan mangunaken kali i rame tikang prang adbuta / papreping Walanda lawan Bali; telung tawun lawasnikangprang .. [25].
Dalam bagian selanjutnya, Babad Buleleng memuji pemerintah kolonial dengan `tindakan terbaik' pada tahun 1849 dengan memberikan kedudukan keturunan Panji Sakti menggantikan penguasa Karangasem yang merampas kekuasaan. Penunjukan raja pada tahun 1849 yang mengabaikan garis keluarga I Gusti Putu Jelantik tidak ditentangnya, malahan dengan bijak ditulis bahwa Belanda `....apan umulahaken kedarmamurtyan... ' (melakukan apa yang benar dan pantas). Tetapi perihal kegagalan raja asal Sukasada (I Gusti Made Rai-red): dengan gamblangnya dengan gambaran terlibat perjudian dan kemudian diturunkan dari takhta, sedangkan raja yang lainnya ( I Gusti Ngurah Ketut Jlantik- red) setelah diturunkan dari takhta bahkan selanjutnya ‘dihukum selong’ oleh Belanda yang ‘bermaksud melindungi dunia’[26] //’...sinambada sri Walandadinatatahyun rumaksen rat.' manut caranira/ amoga ana amananing amidanda/ amisalah ki gusti ketut Jlantik /  dadya sinurud pwa sira saking singghasana karatun /aneher pwa sira sang nata kinila-kileng bumi sabrang wawengkaning Padang pulu Sumatra //..’. Bagian tulisan tersebut menegaskan suatu kejadian dari akibat memilih raja yang berasal dari keturunan yang salah. I Gusti Ngurah Ketut Jlantik adalah saudara ka ping 4 dari I Gusti Made Rai..//’:  ... pasanakan kaping  catur ring Ki Gusti Made Rai //'.
Bagian lain yang kelihatan remeh juga dimasukkan ke dalam Babad Buleleng untuk kepentingan pihak kolonial. Dalam episode terdahulu dalam kehidupan Ki Gusti Panji Sakti, menyelamatkan sebuah kapal kandas milik seorang saudagar dan mendapat hadiah seluruh isi kapal. Worsley mencatat bahwa episode ini berfungsi untuk pembenaran bahwa muatan kapal `perlu untuk membangun dan mengisi istana tempat tinggal raja' [27]. Kejadian seperti ini dulunya di pertengahan abad ke19 pernah menimbulkan ketegangan antara Belanda dan orang Bali dengan adanya perampasan kapal kandas (tawan karang, perlakuan orang Bali terhadap kapal kandas) [28], dimana sekarang I Gusti Putu Jelantik mengatur komposisi ini dengan citarasa khusus. Sebagaimana dijelaskan oleh Babad Buleleng. Ki Gusti Pannji Sakti hanyalah mewakili masyarakat setelah sang saudagar memohon kepadanya dua kali akan menyerahkan seluruh muatan kapal. Digambarkan Panji Sakti tidak seperti orang lain yang penuh nafsu dengan memakai tali dan bambu untuk menolong kapal, melainkan hanya dengan tudingan keris saktinya dan semua pekerjaan selesai. Kalau pihak Belanda menganggap, bahwa I Gusti Putu  Jelantik sekedar menyisipkan seuntai `traditional text' kedalam Babad Buleleng, maka mereka meremehkan kemampuan seni strateginya dalam usaha mencapai singgasana.
Lagipula, dengan lumpuhnya kemampuan untuk berperang melawan kekuasaan Belanda, memaksa para bangsawan Bali untuk memakai kekuatan kata­kata sastra.
Kita tidak tahu persis dalam suasana bagaimana Babad Buleleng itu sampai kepada Belanda, namun Schulte Nordholt meneliti bahwa petisi yang sama juga dibuat oleh penguasa Mengwi dengan sisipan Babad Mengwi. Untuk mengukuhkan kembali kerajaan Mengwi, naskah tersebut disampaikan kepada pembesar Belanda lokal dan juga kepada parlemen Belanda dan Ratu Wilhelmina di Belanda. Naskah itu disertai terjemahan bahasa Melayu, sebuah silsilah yang terpisah dan petisi yang telah ditanda tangani. [29] Babad Buleleng rupanya disampaikan secara itu juga, salah satu dari naskah itu disimpan di Leiden dan dipakai bahan penelitian oleh Worsley, yang juga dilampiri terjemahan bahasa Melayu dan peta silsilah, yang telah disampaikan lebih dulu sebagai bahan yang bernilai untuk dipertimbangkan oleh Belanda. ‘Manuscrip D’ tidak menyertakan bagian akhir babad yang berkaitan dengan hukuman buang seorang raja dan mengenai beberapa keluarga jauh yang keluar dari agama Hindu, sehingga dengan demikian akan mendapat kesan yang lebih positif terhadap Buleleng. [30] Juga kita tidak tahu persisnya seberapa besar bobot Babad Buleleng yang bisa merayu Belanda sesuai keingingan I Gusti Putu Jelantik, apakah dari segi seremonialnya ataukah dari pengaruh politiknya yang terkandung. Apa yang didapat selanjutnya dari kejadian ini adalah kita menjadi lebih mengerti perihal histori dalam babad dan dampaknya. Walaupun pemahaman kita masih kurang perihal detail, namun kita memaklumi bahwa petisi I Gusti Putu Jelantik adalah sangat persuasif sehingga akhirnya bisa ditunjuk sebagai penguasa di Buleleng.

SEJARAH BULELENG

untuhnya Kerajaan Bedahulu.
Seperti terbaca dalam pelbagai buku maupun babad, bahwa sebagai tonggak
sejarah Bali adalah peristiwa pada tahun 1343, pada waktu Maha Patih Gajah Mada
dalam usahanya untuk menguasai Bali. Kerajaan Bali waktu itu dipimpin oleh Sri
Gajah Waktra  alias Sri Astasura Ratna Bumi Banten yang sangat perkasa dengan
para patih dan prajurit pilihan sudah merasa mampu, ingin punya kerajaan yang
lepas dari kekuasaan yang berpusat di Majapahit. Walaupun beliau sebenarnya
berasal dari Majapahit, namun ingin punya kerajaan sendiri yang berbeda, tidak
mau berada dibawah Majapahit. Karena Raja Bali Sri Astasura Ratna Bumi Banten
"tampil beda", maka disebut "Raja Bedahulu” dan kerajaannya dinamakan
"Kerajaan Bedahulu”.
Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Sri Ratu Tribhuwanatunggadewi, tidak bisa
menerima adanya kerajaan saingan seperti kerajaan "Bedahulu”. Maka Patih Gajah
Mada berangkat ke Bali dengan pasukan pilihan dan menggempur Bali. Ternyata
memang kerajaan "Bedahulu” tidak mudah dikalahkan. Dalam bebarapa kali
penyerangan, akhirnya Kerajaan Bedahulu dapat ditaklukkan. Patih Ki Pasung
Grigis dan Panglia Perang Ki Kebo Iwa dapat dibinasakan dengan tipu daya yang
cerdik dari Maha Patih Gajah Mada. Dengan lenyapnya kerajaan Bedahulu, maka
selanjutnya Negara Bangsul (Bali) diserahkan kepada Kyai Agung Pasek Gelgel
dan Mpu Wijaksara yang dikenal dengan nama Ki Patih Wulung yang selama
kurang lebih 7 tahun terus berjuang mengamankan Bali.
Karena merasa sudah selesai tugasnya, maka Patih Wulung dan Kyai Agung Pasek
Gelgel merasa perlu untuk datang ke Majapahit untuk melaporkan keberadaan Bali.
Setelah dirundingkan maka Patih Gajah Mada menganggap sudah waktunya
mencari seorang raja berasal dari kerajaan Majapahit untuk dinobatkan di Bali
sebagai Adipati. Untuk itu lalu dipilih yang terbaik di antara putra-putri Danghyang
Kapakisan yang tidak lain adalah Bagawanta kerajaan Majapahit, untuk mengisi
jabatan di daerah-daerah yang telah dikuasainya. Putra kepertama menjadi Adipati
di Blambangan, Putra kedua menjadi Adipati di Pasuruhan, Putra ketiga (putri)
menjadi Adipati di Sumbawa dan Putra keempat menjadi Adipati di Bali. Empat
bersaudara tersebut berasal dari keturunan Brahmana (Empu Soma Kapakisan)
yang telah diturunkan tingkat kebangsawanannya menjadi Ksatrya agar sesuai
menjabat sebagai Adipati.
Dalem Ketut Kresna Kapakisan Adipati Bali.Sejak tahun 1350M yang menjadi Adipati atau Raja di Bali bergelar Dalem Ketut
Kresna Kapakisan. Istana beliau dibangun di Samprangan (sekarang Samplangan,
Gianyar) sebagai pusat pemerintahan, maka beliau diberikan gelar Dalem
Samprangan. Patih Gajah Mada melengkapi Dalem dengan beberapa benda
pusaka bertuah asal Majapahit, seperti Keris Ganja Dungkul dan kelengkapan
istana lainnya. Pemerintahan Dalem Samprangan didampingi oleh para Arya dari
Jawa seperti:  Arya Wang Bang ditempatkan di Samprangan, Arya Kanuruhan di
Tangkas, Arya Kenceng di Tabanan, Arya Belog di Kaba-kaba, Arya Kutawaringin di
Klungkung, Arya Sentong di Carangsari, Arya Pamacekan di Bondalem, Arya Getas
di Tianyar, Arya Belentong di Pacung, Arya Manguri, Arya Pangalasan.
Dalam pada itu, untuk mendukung pemerintahan Dalem Ketut Kresna Kapakisan,
warga I Gusti Pasek Gelgel yang sudah banyak jumlahnya diberikan tugas sebagai
Bendesa untuk memelihara parahyangan dan upacara yadnya di seluruh wilayah
Balidwipa. Untuk itu mereka diberikan areal tanah masing-masing dengan luas
tertentu untuk penghidupannya. Selain itu ada juga beberapa yang diangkat
sebagai prajurit dan pejabat di pemerintahan.
Dalem Ketut Kresna Kapakisan ternyata kurang memahami kondisi masyarakat Bali
pada umumnya yang telah mempunyai adat kebiasaan dan budaya masing-masing
wilayah, terutama dalam masyarakat Bali Aga. Pemerintahan Dalem Samprangan
dianggap terlalu sentralistik dengan menempatkan para Arya dari Wilwatikta
(Majapahit) sebagai wakil pemerintahan sampai di daerah-daerah dengan
penguasaan wilayah serta tanah dengan penduduknya berkewajiban bayar upeti.
Maka timbul pemberontakan di pelbagai desa seperti: Batur, Cempaga, Songan,
Kedisan, Abang, Pinggon Muntig, Pludu, Kintamani, Srahi, Manikliu, Bonyoh, Taro,
Bajad, Sukawana. Juga desa Culik, Tista, Basangalas, Got, Margatiga, Sekul
kuning, Garinten, Lokasrana, Puhan, Bulakan, Tulamben dan desa lainnya. Untuk
meredam gejolak di pelbagai pelosok wilayah, Patih Gajah Mada mendatangkan
Arya Gajah Para yang ditempatkan di Toya Anyar (Tianyar). Kemudian juga
menempatkan golongan Wesia yang bernama Tankober, Tankawur, Tan Mundur
untuk menjaga keamanan di Bali. Setelah itu kondisi keamanan menjadi lebih baik
sementara waktu.
Sri Nararya Kapakisan sebagai Perdana Menteri.Pergolakan masih juga terjadi dan kondisi yang berkepanjangan ini membuat Sang
Adipati Dalem Kresna Kapakisan putus asa dan ingin meletakkan jabatan, bahkan
ingin kembali pulang ke Majapahit. Dalam keadaan demikian, maka segera dikirim
utusan ke Majapahit dipimpinan Patih Wulung untuk minta petunjuk Patih Gajah
Mada. Setelah mengadakan perundingan dengan Patih Wulung dan Kyai Agung
Pasek Gelgel, maka Patih Gajah Mada memutuskan untuk segera memerintahkan
Arya Kapakisan dari Kadiri untuk ikut ke Bali dan segera diangkat sebagai Patih
Agung kerajaan Bali. Pada tahun 1352M Arya Kapakisan diangkat oleh Patih Gajah
Mada sebagai Patih Agung setingkat Perdana Menteri kerajaan Bali. Adipati Dalem
Kresna Kapakisan sangat senang menyambut pengangkatan Sri Arya Kapakisan
sebagai Perdana Menteri sekaligus sebagai Penasehat Dalem.
Tahun 1380 Dalem Ketut Kresna Kapakisan wafat, beliau diganti oleh putra sulung
Sri Agra Samprangan yang sifatnya suka bersolek. Beliau kurang hirau pada
pemerintahan. Seringkali para Patih dan Punggawa menunggu lama di balairung
namun sia-sia karena Dalem tidak juga keluar. Karena demikian beliau dinamai
Dalem Ile.
Melihat keadaan demikian, Ki Gusti Kebon Tubuh berusaha mencari adik Dalem Ile
sebagai pengganti. Namun adiknya yang senang berjudi itu sulit ditemukan, selalu
berpindah tempat. Akhirnya ditemukan di desa Pandak, maka beliau disebut
dengan nama Ketut Ngulesir. Semula beliau menolak menggantikan Dalem Ile
sebagai Adipati, namun karena rayuan Ki Gusti Kebon Tubuh, akhirnya beliau mau
dinobatkan sebagai Adipati. Tetapi dengan permintaan agar beristana di Gelgel
yang disebut Swecapura, tidak lain adalah rumah kediaman Ki Gusti Kebon Tubuh.
Permintaan itu disetujui oleh Para Menteri dan para petinggi kerajaan. Sedangkan
Dalem Ile dibiarkan saja di Istana Samprangan.
Dari Samprangan pindah ke Gelgel.Pusat pemerintahan ada di Gelgel, tidak lagi di Samprangan, dengan Adipati Dalem
Ketut Ngulesir atau lebih dikenal dengan nama Sri Smara Kapakisan, karena beliau
berwajah tampan. Dalam mengemudikan pemerintahan Sri Smara Kapakisan cukup
bijaksana karena membawa kemakmuran rakyat.
Perdana Menteri Sri Nararya Kapakisan juga pindah ke Gelgel membangun Puri
Kapatihan dekat istana Dalem. Setelah Sri Smara Kapakisan mangkat, beliau
diganti oleh Dalem Watu Renggong yang melanjutkan kebijakan pemerintahan
Gelgel sehingga kemakmuran rakyat merata  ke segala bidang kehidupan. Dalam
perkembangan pemerintahan di Gelgel, Dalem Waturenggong juga mengangkat
beberapa petinggi sesuai pilihannya sendiri.seperti Arya Ularan sebagai Panglima
Perang dengan pasukan Dulang Mangap yang terkenal tangguh. Dalem
Waturenggong memerintahkan Panglima Perang / Patih Arya Ularan untuk
menyerang Blambangan dan berhasil menang. Tetapi karena kekeliruannya
mendengar perintah Dalem, Patih Ularan disalahkan oleh Dalem dan disingkirkan ke
Den Bukit.
Setelah Perdana Menteri Sri Nararya Kapakisan wafat, digantikan oleh putranya
yang pertama bernama I Gusti Nyuh Aya sebagai Perdana Menteri. I Gusti Nyuh Aya
mempunyai sejumlah putra maupun putri. Sesudah datang waktunya, beliau diganti
oleh putra pertamanya,  bernama I Gusti Petandakan, kemudian di ganti oleh I Gusti
Batan Jeruk sebagai Perdana Menteri.
Sedangkan putra ke-enam I Gusti Nyuh Aya yang bernama I Gusti Cacaran yang
juga dikenal dengan nama I Gusti Ngurah Jelantik (I) tidak mempunyai jabatan
penting, memilih mengungsi ke desa Pesinggahan

I Gusti Ngurah Jelantik sebagai Panglima Perang.Untuk mengisi kekosongan jabatan, Dalem Waturenggong memanggil keturunan I
Gusti Cacaran yang bergelar I Gusti Ngurah Jelantik untuk kembali ke Gelgel
dengan diberi jabatan Panglima Perang. Dalem Watu Renggong yang wafat di
sekitar tahun 1551M yang diganti oleh putranya bernama Dalem Bekung. Pada
tahun 1597 Dalem Bekung memerintahkan Panglima Perang I Gusti Ngurah Jelantik
(III) untuk menumpas pemberontakan di Blambangan dan Pasuruhan. Dalam perang
tanding dengan sengaja beliau tidak membawa senjata (mamogol), dan itu memang
dengan sengaja dilakukan agar terbunuh dalam perang untuk tujuan menebus dosa
leluhurnya. Beliau gugur meninggalkan isteri yang sedang hamil. Ketika putranya
lahir diberi nama Jelantik Bogol atau I Gusti Ngurah Jelantik (IV).
Kemudian Dalem Bekung digantikan oleh Dalem Sagening. Pada tahun 1621 Dalem
Sagening memerintahkan I Gusti Ngurah Jelantik (IV /Bogol) untuk menundukkan
penguasa Nusa Penida, Ki Dalem Bungkut atau Dalem Dukut atau Dalem Nusa.
Dengan keris kaliliran yang dijuluki Ki Pencok Saang, I Gusti Ngurah Jelantik Bogol
dapat membinasakan Dalem Bungkut dengan cara ksatria. I Gusti Ngurah Jelantik
Bogol mendapat pujian dan penghargaan dari Dalem Sagening. Namun hal itu
menimbulkan perasaan iri pihak pejabat lain. I Gusti Ngurah Jelantik Bogol (IV)
diganti oleh I Gusti Ngurah Jelantik V. Kemudian pada waktunya I Gusti Ngurah
Jelantik V digantikan oleh I Gusti Ngurah Jelantik VI.
Kekuasaan Gelgel melemah.
Dalem Sagening wafat tahun 1624. Beliau digantikan oleh putranya bernama Dalem
di Made yang masih muda. Para petinggi kerajaan Gelgel waktu itu sibuk dengan
urusannya sendiri-sendiri sehingga daerah-daerah seperti Sumbawa, Lombok dan
Blambangan berangsur dikuasai pihak lain. Keadaan Bali juga mulai gawat. Tahun
1639 pasukan Sultan Agung dari kerajaan Mataram menyerang Bali. Namun berkat
kesigapan I Gusti Ngurah Jelantik (VI), ayahanda I Gusti Ngurah Panji Sakti,
pasukan Mataram dapat diusir begitu turun dari kapalnya di Pantai Kuta sehinga
musuh lari tunggang langgang pergi tidak kembali lagi. Peristiwa itu membuat iri hati
bertambah, sehingga menimbulkan intrik di pihak para petinggi kerajaan, terutama
dari Patih Agung I Gusti Agung Maruti yang terus mempengaruhi Dalem yang masih
muda itu agar meminta keris pusaka (kaliliran) milik I Gusti Ngurah Jelantik bernama
Ki Pencok Saang yang sangat bertuah, namun I Gusti Ngurah Jelantik secara tegas
tidak akan menyerahkan pusaka nenek moyangnya itu. I Gusti Ngurah Jelantik dan
keluarganya telah beberapa kali mendapat serangan pasukan bersenjata suruhan I
Gusti Agung Maruti untuk membunuhnya namun selalu gagal. Dasarnya adalah
bilamana I Gusti Agung Maruti memiliki keris pusaka itu nantinya bisa menguasai
Dalem dan bisa lebih leluasa mengambil alih kerajaan Gelgel. Sifat ingin berkuasa I
Gusti Agung Maruti itu menimbulkan kegelisahan sehingga banyak petinggi
kerajaan dan masyarakat meningglkan Gelgel dan mengungsi ke tempat aman,
menyebar ke pelosok desa di Bali. Diantaranyan banyak keluarga pindah ke Den
Bukit (Buleleng) dan mendapat perlindungan I Gusti Ngurah Panji Sakti.
I Gusti Agung Maruti merebut kekuasaan Dalem Gelgel.Keinginan I Gusti Agung Maruti berhasil mengusir Dalem dan menguasai istana
Gelgel, kemudian pada tahun 1655 mengangkat dirinya sebagai penguasa kerajaan
Bali dengan nama Dalem Gelgel. Namun kedudukan I Gusti Agung Maruti sebagai
raja Bali atau Dalem Gelgel tidak diakui sehingga timbul beberapa penguasa
wilayah baru di Bali, seperti di wilayah Den Bukit dengan nama kerajaan Buleleng
yang dikuasai oleh I Gusti Ngurah Panji Sakti. Selain itu muncul kerajaan
Karangasem, Bangli, Mengwi, Gianyar, Jembrana, Tabanan, Badung dan kerajaan
lainnya. Kekuasaan I Gusti Agung Maruti sebagai Dalem Gelgel berakhir tahun
1686 oleh serangan koalisi dengan gugurnya Panglima Perang pasukan I Gusti
Agung Maruti yang bernama Ki Dukut Kerta yang berhasil dibunuh oleh Ki
Tamblang Sampun, Panglima Perang I Gusti Ngurah Panji Sakti dari kerajaan
Buleleng.
Kekuasaan Dalem di Gelgel runtuh.Walaupun I Gusti Agung Maruti telah melarikan diri namun kekuasaan Gelgel sudah
tidak mungkin dikembalikan lagi sebagai susuhan Bali. Pusat pemerintahan
berpindah ke Kelungkung yang disebut Semarapura dengan Dewa Agung Jambe
sebagai raja. Namun pemberontakan terjadi di seluruh Bali dengan beberapa
wilayah yang masing-masing berusaha membentuk negara sendiri.
I Gusti Anglurah Panji bertahan dengan keutuhan negara Buleleng.





Nama:







Email:







Alamat rumah:





Komentar:










Panji SaktiArya Kapakisan adalah keturunan Raja Bali, Sri Dharma Udayana Warmadewa dan
juga Raja-raja Kadiri - Jawa Timur: Sri Airlangga, putra sulung suami isteri Sri
Dharma Udayana - Gunapriya Dharmapatni - Sri Semarawijaya - Sri Kamesawara -
Sri Jayasabha - Sri Sastrajaya. Sedangkan di Bali, yang meneruskan sebagai raja
dinasti Warmadewa adalah putra bungsu Sri Dharma Udayana, yang bernama Sri
Anak Wungsu sampai tahun 1080. Arya Kapakisan yang dibawa (kemBali) ke Bali
oleh Patih Gajah Mada diberi julukan Satriyeng Kadiri.
Sedangkan I Gusti Anglurah Panji Sakti, beliau adalah keturunan Aryeng Kadiri
melalui I Gusti Ngurah Jelantik - Panglima Perang sejak pemerintahan Dalem
Waturenggong, melalui Arya Cacaran, Perdana Menteri I Gusti Nyuh Aya - Perdana
Menteri kerajaan Bali pada jaman Dalem Ketut Kresna Kapakisan. Leluhurnya
adalah Sri Airlangga Raja Kediri. Bilamana diteruskan juga akan mengarah ke Bali
melalui Raja Bali abad ke XI Sri Udayana Warmadewa. Maka dalam perjalanan
hidupnya penuh perjuangan membangun kerajaan di Den Bukit dan selalu
mengkaitkan Bali dengan Jawa (Timur). Pada waktu Panji sakti sempat ke Solo,
beliau melihat langsung bekas kerajaan Kadiri - Panjalu – Jenggala yang
memprihatinkan. Sekembali dari Solo dan Blambangan, beliau membangun istana
bernama Puri Buleleng yang kemudian menjadi Kerajaan Buleleng. Maka ada
perkiraan para peneliti sejarah, bahwa Panji Sakti membangun kerajaan Buleleng
bermaksud membangun kembali kerajaan leluhurnya.
Buleleng adalah Jenggala ( =jagung gembal, Latin= Sorghum vulgare).

Dalam kebijakan membangun kerajaan Buleleng, Panji Sakti berbekal pada suatu
bentuk berlandaskan cinta kasih yang diberikan kepadanya oleh ayahandanya, I
Gusti Ngurah Jelantik yang memberikan dua buah pusaka (heirloom) berbentuk
keris Ki Semang dan sebuah tulup Ki Tunjungtutur atau Ki Pangkajatattwa. Bekal
berikutnya adalah kesadaran, bahwa walau dirinya hanya anak seorang selir tetapi
secara tegas ayahandanya mengakuinya sebagai putranya sendiri. Bekal
berikutnya, konsekuensi dia anak yang disisihkan dari kalangan keluarganya di
kerajaan Gelgel, dalam usia belia dikirim ke wilayah Den Bukit, hidup di tengah
keluarga ibunya, Ni Pasek Gobleg, di desa Panji, tumbuh dalam pembinaan
pamannya, Ki Wayan Pasek.
Maka disebutkan, kerajaan Buleleng dibentuk dengan pola pemerintahan
kerakyatan dengan semangat megoakgoakan, anti hegemony dengan rehabilitasi
pemerintahan Gelgel yang dikuasai I Gusti Agung Maruti dan menjadi penguasa
lokal di Den Bukit, anti imperialisme dengan aliansi ...
Sifat membela keluarga dan kerabat, seperti menyelamatkan keluarga Jelantik
(cucunda) keluar dari Gelgel yang runtuh dengan berpindah ke Blahbatuh dengan
pengawalan.
Dalam bidang spiritual, beliau mendalami ajaran "Kamahayanikan" yang kemudian
diberikannya kepada para sentana. Waktu piodalan di Pura Gedong di Blahbatuh,
selain memberi ajaran "Kamahayanikan"  dalam upacara "memeras cucu", beliau
menyerahkan sebuah benda pusaka tulup Ki Tunjungtutur sebagai tanda pertalian
keluarga.....

I Gusti Anglurah Panji Sakti menjalani kehidupan sederhana dan akhirnya moksah di
puri Panji - Buleleng

I Gusti Ngurah Jelantik VI Panglima Perang kerajaan Gelgel.
Diceritakan setelah Pulau Bali berhasil ditaklukkan kerajaan Majapahit pada tahun
1343 maka kemudian Mahapatih Gajah Mada mengangkat Adipati berasal dari
Jawa yang diberi gelar Dalem Ketut Kresna Kapakisan sebagai Raja Bali. Istana
beliau berada di Samprangan, wilayah Gianyar sekarang, sebagai pusat
pemerintahannya. Pada mulanya pemerintahan Dalem Samprangan mendapat
reaksi dari masyarakat asli, Bali Aga, membuat Pulau Bali kurang aman.
Untuk menjaga kestabilan dan keamanan pemerintahan, pada tahun 1352 Patih
Gajah Mada mengangkat Sri Nararya Kapakisan berasal dari Jawa Timur sebagai
Perdana Menteri sekaligus sebagai Penasehat Dalem.
(Baca:
Runtuhnya Kerajaan Bedahulu).

Alkisah setelah beberapa keturunan berlalu, disebutlah seorang dari keturunan
Sri Nararya Kapakisan / I Gusti Nyuh Aya, yang bergelar I Gusti Ngurah Jelantik
VI, menjabat sebagai Panglima Perang yang dihandalkan oleh raja yang bergelar
Dalem Sagening yang istana dan pemerintahannya telah berpindah dari
Samprangan ke Gelgel. I Gusti Ngurah Jelantik beristana di puri Jelantik -
Swecalinggarsapura, tidak jauh dari istana raja di Gelgel.

Di puri Jelantik, banyak para abdi laki-laki dan perempuan yang berasal dari
berbagai tempat. Di antara para abdi ada seorang perempuan pelayan (pariwara)
yang sehari-harinya bertugas sebagai penjaga pintu, bernama Ni Pasek Gobleg.
Pada suatu hari, I Gusti Ngurah Jelantik pulang dari bepergian. Pada saat beliau
melangkahkan kaki masuk halaman puri, waktu itu sang pariwara Ni Pasek Gobleg
baru saja selesai membuang air kecil (angunyuh). I Gusti Ngurah Jelantik terkejut
ketika beliau menginjak air yang dirasa hangat di telapak kakinya. Beliau meyakini
air itu tidak lain adalah air kencing Ni Pasek Gobleg, pelayan dari desa Panji
wilayah Den Bukit itu.Timbul gairah birahi I Gusti Ngurah Jelantik kepada Ni
Pasek Gobleg dan serta merta menjamahnya. Hubungan cinta kasih yang
melibatkan I Gusti Ngurah Jelantik dengan pelayannya tidak diketahui oleh
isterinya, I Gusti Ayu Brang-Singa.

Dari larutnya hubungan itu, tidak berselang lama Ni Pasek Gobleg mengandung
dan sampai pada waktunya, lahir seorang bayi laki-laki yang sempurna yang diberi
nama I Gusti Gde Pasekan. Nama itu diambil dari pihak sang ibu yang berasal dari
trah Pasek.
Beberapa waktu kemudian, sang pramiswari, I Gusti Ayu Brang-Singa, setelah
kehamilannya cukup waktunya, juga melahirkan seorang bayi laki-laki, yang diberi
nama I Gusti Gde Ngurah. I Gusti Gde Pasekan lebih tua dari I Gusti Gde Ngurah.

Disebutkan, bahwa dari ubun-ubun I Gusti Gde Pasekan muncul berkas sinar,
tambahan lagi lidahnya berbulu. Melihat keistimewaan I Gusti Gde Pasekan,
muncul perasaan was­was I Gusti Ayu Brang-Singa, bilamana di kemudian hari
nanti, I Gusti Gde Pasekan akan lebih disayang oleh I Gusti Ngurah Jelantik. Lagi
pula akan bisa mengalahkan kedudukan I Gusti Gde Ngurah, putranya sendiri yang
lebih berhak atas segala warisan. Ujar Ni Gusti Ayu Brang-singa: „Kakanda Gusti
Ngurah, dari manakah asal-usul anak bayi ini, kakanda?"
Dijawab oleh I Gusti Ngurah Jelantik: „Baiklah adinda, bayi itu asalnya dari
kakanda sendiri, dilahirkan dari seorang pariwara bernama Ni Pasek Gobleg,
berhubungan hanya sekali".

Menyahut Ni Gusti Brang-Singa dengan air muka sedih: „Kalau begitu baiklah.
Tetapi bila bayi ini tetap berada disini, maka masalah ini membuat adinda akan
menentang. Bilamana anak ini memiliki hak di Purl Jelantik". Demikian kata-kata
sang isteri kepada Ki Gusti Ngurah Jelantik yang langsung menjawab: „ Jangan
merasa gundah, adinda. Anak itu bersama ibunya akan meninggalkan tempat ini
dan pergi ke Ler Gunung". Mendapat jawaban demikian wajah Ni Gusti Ayu Brang-
Singa kembali tampak berseri.
Sampailah diceritakan, seseorang bernama I Wayahan Pasek dari desa Panji, dalam
perjalanan telah sampai ke puri Jelantik, menjenguk Ni Pasek Gobleg, ibu I Gusti
Gde Pasekan. Ki Wayahan Pasek adalah saudara mindon Ni Pasek Gobleg. Di
dalam puri, I Gusti Ngurah Jelantik sudah siap menanti. Demikian sabda I Gusti
Ngurah Jelantik: „Wahai engkau Wayahan Pasek. Bawalah olehmu I Gde Pasekan
ke Ler Gunung. Perintahku kepadamu, agar engkau memandang dia sebagai gusti-
mu di sana. Lagi pula di dalam tata laksana upakara terhadapnya jangan dicemari
(carub), karena dia adalah sejatinya berasal dari aku".  Sembah atur I Wayahan
Pasek: „Baiklah, hamba junjung tinggi wacanan Gusti. Semuanya sudah jelas bagi
hamba." 1)
1) Sabda Ki Gusti Ngurah: ,,E, kita Wayahan Pasěk, anakta Ki Gĕde Pasĕkan
ajakĕn mara marêng Ler-Gunung. Manirâweh i kita,kitânggen gusti ring kana.
Sadene sira angupakāra; aywa koruban acamah, apan agawe n manira jāti”.
Matur ki Wayahan Pasěk:,,Inggih, kawulânuhun wacana n I gusti. Sampun
anangçayêng twas”.
I Gusti Gde Pasekan sudah berumur 12 tahun. Sebelum perjalanan dimulai, beliau
dibekali sebuah pusaka oleh sang ayah, I Gusti Ngurah Jelantik, berbentuk sebilah
keris. Disamping itu diberikan juga pusaka leluhur berupa tombak-tulup bernama
Ki Pangkajatattwa atau Ki Tunjungtutur. Setelah semuanya siap, perjalanan ke Ler
Gunung dimulai. Disamping ibunya, Ni Pasek Gobleg dan pamannya, I Wayan
Pasek, I Gusti Gde Pasekan diiringi oleh 40 orang pengawal, dipimpin oleh Ki
Dumpyung dan Ki Dosot.

Di saat mulai melangkah, I Gusti Gde Pasekan merasa sedih meninggalkan tempat
kelahirannya, teringat kembali akan pesan-pesan ayahnya. Teman-teman
sepermainannya akan segera ditinggalkan menuju tempat jauh di Ler Gunung.
Perasaanya penuh tanya dan keraguan. Terdengar suara seperti berasal dari keris
pusaka:  "Ih, aywa semang" yang artinya “ Ih, jangan ragu”.  I Gusti Gde Pasekan
tersentak heran, namun akhirnya senang karena keris pusaka yang diberikan
ayahandanya mampu berbicara.

Perjalanan pun dimulai. Pertama mengarah Barat selama sehari. Esoknya perjalanan
berbelok mengarah ke Utara. Jalan yang dilintasi mulai menanjak dan berkelok-
kelok. Rasa lelah mulai dirasakan oleh anggota rombongan, tetapi karena hawa
mulai dirasakan makin sejuk.